Selasa, 25 Mei 2010

Warung Daun




Warung Daun
Makan-makan ala Kampung Halaman

Merasa tak nyaman dengan usaha di bidang industri, Hariyanto Prayitno memutuskan banting stir: buka rumah makan. Terlebih, hasrat memiliki usaha boga sudah diidamkan sejak muda. Kini, cita-cita itu sudah kesampaian langkah berikut tinggal memajukan usaha.

”Konsepnya sederhana saja, tempat makan dengan suasana seperti di kampung,” sebut Hariyanto Prayitno saat ditemui di restoran yang beralamat di Jalan Wolter Monginsidi No. 41, Jakarta Selatan. Nuansa yang disebut kampung halaman itu sudah dibangun sejak tamu memasuki Warung Daun. Interior sederhana dengan bangunan kokoh terbuat dari beton. Uniknya, meja dan kursi didominasi bahan baku antik: kayu jati.
Menurut Hariyanto, meja dan kursi jati itu mengadopsi desain asli beberapa daerah. Ada yang bergaya Jawa kuno, Semarangan, Sukabumi sampai Betawi lawas. Meski mengaku bukan kolektor, bapak tiga anak ini menjelaskan alasan pemakaian semua perabot antik itu, ”Pertimbangannya, cuma faktor ekonomi saja. Barang-barang seperti ini kan makin lama disimpan, makin antik. Nanti kalau dijual tentu bisa bernilai tinggi.” Hariyanto pun tersenyum simpul.
Harus diakui, meja dan kursi lawas itu sangat membantu untuk menggiring tamu kembali ke masa lalu, bersantap di kampung halaman. Apalagi sepanjang hari diiringi lantunan gending Sunda. Kalau sudah begini, mencocol tempe goreng dan ikan goreng dengan sambal ”ngebul” Warung Daun jadi kenikmatan yang tiada tara. Kalau sudah begini - maaf - urusan dengan mertua disisihkan dahulu.
Pada dinding bagian dalam restoran terdapat hiasan piring-piring keramik antik. Di beberapa sudut dipasangi foto-foto kota tempo dulu. Ada juga pajangan yang berisi komentar orang-orang terkenal usai bersantap di sini. Bila melihat satu per satu, Warung Daun patut berbangga, dari direktur utama perusahaan otomotif papan atas hingga perancang busana kondang, macam Oscar Lawalata dan Adjie Notonegoro. Kebiasaan memajang komentar artis itu memang sudah umum dilakukan rumah makan lain.
Usaha membangun tempat makan bergaya warung yang sederhana boleh diacungi jempol. Sayang, usaha itu agak ”tercoreng” karena fisik bangunan yang terbuat dari beton. Angin sepoi-sepoi yang menyapa tiap tamu justru dihasilkan dari alat pendingin ruangan. Kekurangan lain, bentuk bangunan yang boros energi. Bila dirancang dengan gaya hemat energi, saat siang hari tak perlu penerangan yang belebihan. Semuanya tinggal memanfaatkan energi matahari.
Soal bangunan yang kokoh dari beton yang sedikit menyimpang dari gaya warung-an memang diakui Hariyanto. Pria berusia 47 tahun ini mengaku tak dapat berbuat banyak sebab rencana awalnya tempat ini akan dibarengi dengan usaha di bidang penginapan. ”Mungkin lain kali, kalau buka cabang di tempat lain saya akan lebih banyak memakai materi yang lebih alami,” kilah orang nomor satu di PT Kriya Mandiri Rasa ini.

Promosi: dari mulut
ke mulut
Untuk merayu tamu, Adhi Kusmintyarso – Marketing Manager Warung Daun menjelaskan, strategi yang dipilih adalah menjaga mutu dan kualitas produk yang disajikan. Kualitas makanan yang terus dijaga itu diharapkan mampu membuat orang tertarik kembali berkunjung ke restoran ini. Saat kunjungan berikut itu, ia membawa pelanggan baru. ”Kami memang mengandalkan mouth to mouth promo dan mengembangkan networking partnership lewat community, macam Citibank,” kata Adhi.
Adhi mengakui promo dari mulut ke mulut termasuk cara yang paling efektif dan biayanya tergolong murah. Namun, ini dapat menjadi bumerang bila pihaknya tak mampu menjaga kualitas dan servis yang diberikan. Efek yang ditimbulkan boleh dibilang dahsyat.
Soal menjaga mutu makanan, Hariyanto sepakat dengan Adhi. Kepala koki dicomot dari tanah Sunda. Lalu sebagai pengawas, Hariyanto berujar, ”Istri saya menjadi supervisor dapur. Dia yang langsung mengontrol urusan masakan.”
Menurut Hariyanto, terjun ke dalam bisnis makanan harus memiliki tiga modal. Modal pertama, kita selaku pemilik harus bisa masak. Kalau belum bisa lebih baik belajar dulu. ”Kedua, punya lidah canggih. Kita harus suka makan dan bisa membedakan rasa makanan tiap daerah,” ujar Hariyanto yang memiliki tiga anak itu.
Modal terakhir, punya banyak kawan. Yang satu ini menjadi terasa penting, sebab dengan jaringan pertemanan yang luas kita dapat menerapkan startegi promosi dari mulut ke mulut tadi. ”Waktu awal-awal buka, saya entertain terus teman-teman saya. Saya suruh mereka coba makanan di sini. Pokoknya coba terus,” imbuh Hariyanto, tersenyum.
Warung Daun resmi beroperasi sejak 15 Oktober 2003. Restoran ini memiliki dua lantai dengan kapasitas 180 tempat duduk. Saat akhir pekan, tempat ini menjadi ajang kumpul keluarga yang menyempatkan pergi makan di luar rumah. Begitu berganti hari kerja, kembali dipenuhi dengan karyawan kantor atau kaum perempuan yang menggelar acara kumpul, seperti arisan.
Menu yang paling banyak dicari adalah ayam goreng lengkuas, nasi liwet, gurame saos mangga dan sambal ”ngebul” khas Warung Daun. Bila meneliti daftar menu Warung Daun, ada seabrek pilihan makanan dan minuman. Ada kriteria gorengan, nasi, sop, tumis, pepesan, ikan & udang, ayam 1/2 ekor, daging, sayuran, sambal, jajanan dan aneka minuman.
Kalau mau praktis, tinggal pilih paket menu yang tersedia. Ada tujuh paket menu, contohnya: paket satu (untuk satu orang) seharga 33 ribu rupiah. Paket ini berisi nasi timbel, empal daging, sambal ikan asin wardu, tempe goreng (dua potong), lalapan dan sambal mentah serta es teh.
Bila datang dengan kolega, coba saja cicipi paket menu nomor 6. Paket ini cukup untuk mengeyangkan perut empat kepala yang ditawarkan seharga 220 ribu rupiah. Isinya? Nasi liwet warung daun (satu ketel), gurame saos mangga (1 ekor), gurame goreng (1 ekor), tumis kangkung (1 porsi), tumis tauge ikan asin (1 porsi), sambal ikan asin warung daun (2 porsi), empal daging (1 porsi), jeruk peras Medan super (4 gelas) dan sambal mentah (2 porsi). Selamat menikmati masakan Sunda.


1 komentar:

Blogger on 4 Maret 2020 pukul 20.26 mengatakan...

As claimed by Stanford Medical, It's really the SINGLE reason this country's women live 10 years more and weigh on average 42 pounds lighter than we do.

(Just so you know, it has absolutely NOTHING to do with genetics or some hard exercise and absolutely EVERYTHING related to "how" they are eating.)

P.S, I said "HOW", and not "WHAT"...

Tap this link to see if this short quiz can help you release your real weight loss potential

Posting Komentar

 

Wisata Kuliner Copyright © 2010 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by Online Shop Vector by Artshare